BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan
hiperglikemia. 1,2 DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak
dijumpai. Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang
spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan
kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke),
gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease).
Setiap individu harus
mengetahui apa itu penyakit diabetes melitus atau disebut kencing manis,
terutama untuk tengan kesehatan, yang kelak akan menjadi agent informasi tentang
kesehatan.
Oleh karena itu dibuatlah
makalah ini, sebagai bahan ajar untuk kita semua, dari studi kasus yanga
diberikan oleh pembimbing mata ajar ini, semoga dapat bermanfaat bagi penullis
maupun yang mempergunakannya.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui lebih spesifik tentang penyakit diabetes melitus
1. Pengertian diabetes melitus
2.
Jenis
– jenis
3.
Manifestasi
klinik
4.
Patofisiologi
5.
Komplikasi
6.
Jenis
pemeriksaan
7.
Penatalaksanaan
8.
Data
fokus
9.
Identifikasi
dat a pelengkap
10.
Identifikasi
masalah keperawatan
11.
Rencana
asuhan keperawatan
12.
Topik
yang perlu dipelajari
BAB II LANDASAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.(Arif
Mansyoer, 1997 : 580)
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4)
Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abmormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler (Hotma Rumoharba, Skp, 1997).
Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis resesi berupa gangguan metabolisme KH yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan penurunan berat badan.
B.
JENIS – JENIS
a.
DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
• Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
• Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
b.
DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
• Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c.
DM Malnutrisi
• Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
• Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
d.
DM Tipe Lain
• Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
• Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak
• Obat-obatan
- Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
- Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine.
C.
MANIFESTASI KLINIK
Trias DM
- Poli uri : si-pasien sering kencing dimalam hari begitunya lebih dari 4x.
- Poli disi : berakibat dari poli uri, pasien merasakan haus sehingga banyak minum.
- Poli vagi : karena jumlah besar kalori hilang, melalui urine, jadi pasien merasa sering lapar. Pasien merasa kesemutan,pendangan kabur, dll.
Tiga gejala klasik yang
dialami penderita diabetes, yaitu:
- banyak minum,
- banyak kencing,
- berat badan turun.
Terkadang berat badan
penderita diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu
waspada apabila keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin
makan terus. Berat badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba
turun drastis tanpa diet. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa
kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah
kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi
pada pria dan keputihan pada perempuan. Pada tahap awal gejala umumnya ringan
sehingga tidak dirasakan, baru diketahui sesudah adanya pemeriksaan
laboratorium.
Pada tahap lanjut
gejala yang muncul antara lain :
- Rasa haus
- Banyak kencing
- Berat badan turun
- Rasa lapar
- Badan lemas
- Rasa gatal
- Kesemutan
- Mata kabur
- Kulit Kering
D.
PATOFISIOLOGI
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah.peningkatan kadar hormon – hoormon tersebut dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon tersebut merangsang pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans paankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami gangguan dalam mengolah glukoosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbullah glukosuria yang menybebkan peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah yang banyak ( polidipsi )karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi ekhilangan kalori dan starvasi seeluler, slera makan dan orang menjadi sering makan ( polifagi ).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal – gatal. Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan – ganguan pada arteri dan kepiler.
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
Selama lebih dari 20 tahun, ada
tiga teori utama untuk menjelaskan neuropati diabetik, yaitu teori polyol
pathway, teori mikrovaskuler, dan teori produk akhir glikosilasi. Namun
ternyata tidak hanya teori itu saja. Terlalu sederhana untuk menjelaskan
berbagai gambaran klinis dan penemuan patologis dari neuropati diabetik dengan
hanya satu, dua, atau tiga teori.
Teori Polyol
Pathway
Ambilan glukosa di saraf perifer tidak hanya bergantung pada insulin. Oleh karena itu, kadar gula darah yang tinggi pada pasien diabetes menyebabkan konsentrasi glukosa yang tinggi di saraf. Hal itu kemudian menyebabkan konversi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur polyol melalui reaksi beruntun dikatalisasi oleh aldose reductase. Kadar fruktose saraf juga meningkat. Fruktose dan sorbitol saraf yang berlebihan menurunkan ekspresi dari kotransporter sodium/myoinositol sehingga menurunkan kadar myoinositol. Hal ini menyebabkan penurunan kadar phosphoinositide, bersama-sama dengan aktivasi pompa Na dan penurunan aktivitas Na/K ATPase. Aktivasi aldose reductase mendeplesi kofaktornya, NADPH, yang menghasilkan penurunan kadar nitric oxide dan glutathione, yang berperan dalam melawan perusakan oksidatif. Kurangnya nitric oxide juga menghambat relaksasi vaskuler yang dapat menyebabkan iskemia kronik.
Perubahan Iskemik
Mikrovaskuler
Perubahan patologis pada saraf diabetik meliputi penebalan membran basal kapiler, hiperplasia sel endotelial, dan infark dan iskemia neuronal.
Produk Akhir Glikosilasi
Tahap Lanjut
Hiperglikemia intraseluler kronik menyebabkan pembentukkan agen pengglikasi yang dikenal dengan produk akhir glikosilasi tahap lanjut. Hasil akhir glikosilasi tahap lanjut dapat bersama-sama dengan transpor aksonal, menyebabkan perlambatan kecepatan konduksi saraf. Hal itu juga dapat turut mendeplesi NADPH dengan mengaktivasi oksidase NADPH, berkontribusi pada pembentukan peroksida hidrogen dan stres oksidatif lebih jauh.
Peradangan
Mikrovaskulopati
Ditemukan banyak tambahan bukti ilmiah bahwa neuropati asimetris, amiotropi diabetik dan bentuk mononeuritis multipleks dari neuropati diabetik disebabkan oleh peradangan vaskulopati atau vaskulitis. Saraf diabetik tampak mengalami peningkatan kerentanan baik terhadap faktor seluler dan faktor imun humoral, termasuk aktivasi limfosit, deposisi immunoglobulin, dan aktivasi komplemen.
Defisiensi Insulin dan
Faktor Pertumbuhan
Fungsi faktor neurotropik untuk menjaga struktur dan fungsi saraf sama pentingnya dengan fungsinya untuk memperbaiki saraf setelah terjadi trauma. Kadar yang rendah dari faktor pertumbuhan dan faktor pertumbuhan 1 menyerupai insulin telah dibuktikan berkorelasi dengan keparahan neuropati diabetik pada model hewan. Insulin sendiri memiliki efek neurotropik dan defisiensinya berkontribusi pada pembentukkan neuropati.
Fungsi Kanal Ion Membran
Neuronal
Aktivitas kanal ion memainkan peran penting pada perlukaan seluler dan kematian pada berbagai macam kelainan. Peningkatan aktivitas kanal kalsium yang bergantung tegangan telah dibuktikan pada gastroparesis diabetik, yang menyebabkan perlukaan jaringan. Disfungsi kanal sodium memegang peranan penting pada terjadinya neuropati yang nyeri, yang sering terjadi pada diabetes.
Asam Lemak Esensial
Penelitian menunjukkan bahwa jalur asam lemak esensial dari asam linolenat menjadi prostaglandin dan tromboksan telah dirusak pada pasien diabetes, yang menyebabkan berbagai disfungsi seluler pada multipel area seperti abnormalitas cairan membran, perubahan pada membran sel darah merah, dan penurunan prostaglandin E2, sebuah vasodilator poten.
E.
KOMPLIKASI
a. Akut
Koma hipoglikemia
Ketoasidosis
Koma hiperosmolar nonketotik
b. Kronik
Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik
Neuropati diabetik
Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih
Kaki diabetik.
Koma hipoglikemia
Ketoasidosis
Koma hiperosmolar nonketotik
b. Kronik
Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik
Neuropati diabetik
Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih
Kaki diabetik.
Faktor Risiko Terjadinya Kaki
Diabetik
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati)
membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi
karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma
misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal
yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam
waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang
disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang
mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan
tulang). 8
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan tindakan amputasi. 8
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari
serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari
kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat
munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur
terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang
tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga
aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak
cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. 8,9
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan
sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula
darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal
dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman
akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat
ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetik
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang
sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai
dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik
dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke
kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. 7
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab
seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti
neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi
yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. 3,5
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik
dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah
kaki. 5
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini
tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan
ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas
seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot
Foot. 5
Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik. 4
Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk
mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati, observasi setiap hari terhadap kaki
merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian preventif
perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya. 4
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan
pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien
diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat
menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada kaki. 6
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam
timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi
sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik.
Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat
iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2
golongan 5:
a. Kaki diabetik akibat angiopati / iskemia
b. Kaki diabetik akibat neuropati
A. Kaki Diabetik akibat angiopati
/ iskemia
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada
pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima “hiperplasia
membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas
atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan
pembekuan (agregasi). 8,9
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga
fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis
dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme
(bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid
intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri,
namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut
kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga
sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada
dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat
istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak
ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat
B. Kaki Diabetik akibat neuropati
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada
pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol.
Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk
berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen,
bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. 8,9
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini
tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan
ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya
reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus
tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan
sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot
Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau
sendi Charcot. 4
Gambar 2. Predileksi paling sering
terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari dan bagian
proksimal & dorsal plantar metatarsal. 4
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh 3:
o Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma
o Macam, besar dan lamanya trauma
o Peranan jaringan lunak kaki
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf
baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan
penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena
trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini.
Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut
saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 6
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah
akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial
oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki
diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan
menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita
akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan
infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu
neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi
perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan
lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus. 4,6
Distribusi tempat terjadinya kaki
diabetik secara anatomik 4:
1. 50% ulkus
pada ibu jari
2. 30% pada
ujung plantar metatarsal
3. 10 – 15% pada dorsum kaki
4. 5 – 10% pada pergelangan kaki
5. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel
II. 4. Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi 5:
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus ”claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Gambar 4. Kaki
Diabetik derajat V. 5
Berdasarkan pembagian diatas, maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan
tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah
lutut
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik
ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1. Insisi :
abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi :
pada kaki diabetik derajat I dan II
3.
Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Mutilasi :
pada kaki diabetik derajat IV dan V
5. Amputasi
: pada kaki diabetik derajat V
Gambar 5.
Kaki Diabetik derajat V. 5
Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat
pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak
dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara
umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Kuman pada borok akan
berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat
fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). 8
Lepas dari
itu semua, tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko terhadap kaki pengidap
diabetes jauh lebih baik ketimbang harus menjalani operasi, apalagi amputasi.
Masih banyak cara mencegah dan merawat kaki diabetes. Di antaranya melakukan
senam kaki, selain senam atau kegiatan olahraga yang harus dilakukan untuk
mengontrol gula darah. 3,6
F.
JENIS PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
Untuk Dx DM:
pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7
Antibodi untuk petanda
(marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell
cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi
terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan
antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA
ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko
tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang
dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA).
Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi,
3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2
Untuk membedakan tipe 1
dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide
merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk
memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida
akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau
pankreas.2
Sampling untuk
Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Untuk glukosa darah
puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah
diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia
makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam
waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa
2 jam PP.2,3,4
Darah disentrifugasi
untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila
pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari
penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride,
dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9
Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat
menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan
akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.
Metode Pemeriksaan
Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula
darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering
dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan
metode heksokinase.1,2,8,9
Metode GOD banyak digunakan
saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi
pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang
bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8
Metode heksokinase juga
banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan
merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8
Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)
Pemeriksaan untuk
Pemantauan Pengelolaan DM
Yang digunakan adalah
kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin,
khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10
Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini
memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang
bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment
untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah
komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N
terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini
diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11
Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11
Metode Ion Exchange
Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan
ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC
yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10
Metode HPLC: prinsip
sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta
memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan
menjadi metode referensi.10
Metode agar gel
elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang
dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH,
suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.2
Metode Immunoassay (EIA):
hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil
maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2
Metode Affinity
Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C
tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu.
Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini,
tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga
hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.2,10
Metode Kolorimetri:
waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated
ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar,
dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10
Interpertasi Hasil
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan
meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C
bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM
(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak
3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih
intensif untuk menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11
Nilai yang dianjurkan
PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18
Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan
sekali.4
Pemeriksaan untuk
Memantau Komplikasi DM
Komplikasi spesifik DM:
aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium
bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut,
misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.2,3,4,6,7
Pemeriksaan
Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk
memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine
(pemeriksaan ini jarang dilakukan).1,2,3,4,5,6,7,12,13,1,15,16 Pemeriksaan
lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat
fungsi ginjal.4
Mikroalbuminuria:
ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14
Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali
makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi
ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa
pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran
mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex
agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang
akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial
Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent
assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki
presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan
antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang
digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.15
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al
(1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit),
mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200
mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1
X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.17
Pemeriksaan untuk
Komplikasi Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk
memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol
total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density
lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta
mikroalbuminuria.4,5,7,18 Pada pemeriksaan profil lipid ini,
penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa,
trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21
Pemeriksaan untuk
Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya
untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk
melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.3
Untuk pemeriksaan
laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur
darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali
dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat
apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan
pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya
gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu
dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan
ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya
aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat
dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih
dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen)
serta pemeriksaan genetik lain.
- Glukosa test
Kadar normal pemeriksaan gluosa sewaktu adalah antara
45 – 135 mg/dl. Akan tetapi pada usia lanjut kadar glukosa dapat
meningkatsampai 180 mg/dl. Pada pemeriksaan kadar gula puasa, kadarnya <126
mg/dl. Untuk 2 jam setelah makan kadarnya <140 mg/dl. Pemeriksaan hadar gula
puasa dan kadar gula 2 jam setelah makan dapat dipakai sebagai uji saring diabetes
melitus.
- Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
TTGO digunakan untuk menentukan diagnosis diabetes
melitus atau penderita yang diduga menderita gangguan toleransi glukosa.
Prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
tiga hari sebelumnya makan biasa dengan karbohidrat
yang cukup. Sebelum pemeriksaan, puasa antara 10 – 12 jam. Setelah diperiksa
glukosa darah puasa, kemudian diberikan 75 gr glukosa yang dilarutkan dalam 250
ml air dan diminum selama/dalam waktu 5 menit. Kemudian diperiksa lagi darahnya
pada jam ke 1 dan pada jam ke 2 sesudah beban glukosa. Khusus untuk ibu hamil
muatan glukosa 100 gr. Terdapat gangguan toleransi glukosa bila kadar glukosa
puasa <140 mg/dl dan 2 jam setelah beban 140 – 200 mg/dl. Dan diagnosa
diabetes melitus bila glukosa puasa >140 mg/dl dan atau 2 jam setelah
bebean >200 mg/dl.
- Peptida – C
Pemeriksaan lain yang diperlukan untuk diabetes
melitus yaitu pemeriksaan kadag peptida – C. Pemeriksaan ini dilakukan pada
saat puasa dan 2 jam setelah makan. peningkatan kadarnya sesuai dengan kadar
insulin.
HBA 1c
Peningkatan molekul glukosa pada hemoglobin (Hb A)
yang terjadi didalam sel erytrosit akan membentuk Hb A1c dan tergantung pada
kadar gula selama 120 hari. Pemeriksaan Hb A1c mereflesikan pengontrolan diabetes
melitus jangka panjang 2-3 bulan sebelum pengabilan darah.
sedangkan pemeriksaan fluktosamin memberikan gambaran
kadar glukosa rata-rata 2-3 minggu sebelum pengambilan darah. Berdasarkan
konsesnus diabetes melitus indonesia tahun 1993, pengendalian baik bila kadar
Hb A1c = 4 – 6,5%, pengendalian sedang 6,5 – 8% dan pengendalian buruk >8%
G.
PENATALAKSANAAN
Tujuannya :
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
• Karbohidrat 60 – 70%
• Protein 12 – 20 %
• Lemak 20 – 30 %
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
• Karbohidrat 60 – 70%
• Protein 12 – 20 %
• Lemak 20 – 30 %
b. Latihan
Latihan
dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan
BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
BAB III PEMBAHASAN
KASUS
Tn T 48 tahun agama islam,
suku jawa , pekerjaan tani, datang ke rumah sakit Abdul Muluk dengan kesadaran
composmentis, TD : 130/90 N: 76x/menit, suhu : 38,20’C , R:20x/menit,
Pasien datang ke Rumah sakit sejak satu bulan lalu , luka berbau,
jaringan nefrotik +++, Pus +, edema pada tungkai, GDS 450 pasien menderita DM
sejak 1990.
A.
DATA FOKUS
DATA SUBJEK
Klien mengatakan menderita penyakit DM sejak 1990.
DATA OBJEKTIF
kesadaran composmentis,
TD : 130/90 N: 76x/menit,
Suhu : 38,20’C ,
R:20x/menit,
luka berbau,
jaringan nefrotik +++,
Pus +, edema pada tungkai,
GDS 450
B.
IDENTIFIKASI DATA PELENGKAP
a.Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
·
faktor
pencetus terjadinya luka.
·
Upaya
mengatasi
Riwayat
psikososial dan spiritual
Riwayat
kesehatan keluarga
Pola kebiasaan
sehari-hari
·
pola
nutrisi
·
Pola
personal hygiene
·
Pola
istirahat
·
Pola
aktivitas
·
pola
eliminasi
C.
IDENTIFIKASI MASALAH KEPERAWATAN
1.
Infeksi
2.
kurangnya
volume cairan
3.
Perubahan nutrisi
4.
Ketidakberdayaan
5.
Kurang pengetahuan
mengenai penyakit
6.
Resti perubahan sensori
perseptual
D.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke Rumah sakit sejak
satu bulan lalu , luka berbau
d. Pemeriksaan Fisik
o Neuro sensori
o Neuro sensori
Klien dengan kesadaran composmentis.
o Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
o Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 20 x/menit, nafas berbau aseton.
o Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
o Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 20 x/menit, nafas berbau aseton.
2. Diagnosa keperawatan
a. infeksi berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi
b. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan
oral, status hipermetabolisme.
d. Ketidakberdayaan berhubungan
dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit jangka panjang.
e. Kurang pengetahuan mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi. (Doengoes, 2000)
f. Resti perubahan sensori
perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidak seimbangan
glukosa/insulin dan elektrolit.
C. Intervensi
1. .
Infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : -
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5. Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
Data : -
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5. Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
, kulit kering, turgor buruk.¯Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas normal.
Data yang mungkin muncul :
, kulit kering, turgor buruk.¯Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2. Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4. Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah±5. Pertahankan cairan dapat diberikan. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
Mandiri
1. Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2. Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4. Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah±5. Pertahankan cairan dapat diberikan. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan
oral, hipermetabolisme
, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.¯Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB
.Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil/
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah. Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien
, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.¯Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB
.Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil/
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah. Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien
H.
TOPIK YANG PERLU DIPELAJARI
Dalam memberikan asuhan keperawatan, seorang perawat harus
mempelajari beberapa topik bahasan pada penyakit diabetes melitus :
·
Jenis
– jenis penyakit Diabetes melitus
·
Kompilkasi
yang mungkin terjadi
·
Pengobatan
pada penderita DM
·
jenis
pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan pada penderita diabetes
·
faktor
pencetus untuk penderita DM
·
Cara
pencegahan agar tidak terjadi komplikasi pada klien DM
·
Cara
perawatan untuk klien DM
·
Cara
pengobatan untuk penderita DM
BAB IV PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.(Arif
Mansyoer, 1997 : 580)
Komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes diantaranya:
Koma
hipoglikemia, Ketoasidosis, Koma hiperosmolar nonketotik, Makroangiopati, menegnai
pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak
Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik, Neuropati diabetik, Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih, Kaki diabetik.
Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik, Neuropati diabetik, Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih, Kaki diabetik.
B.
B. SARAN
Setiap individu harus menjaga kesehatan,
dalam pemeliharaan kesehatan hal yang pertama yaitu dilakukan pencegahan, agar
terhindar dari penyakit. Untuk penderita diabetes melitus, harus menjaga
kesehatan agar tidak terjadi komplikasi.
Daftar Pustaka
Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry:
Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd
Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640
Sacks D.B., Carbohydrates, In Tietz Fundamentals of
Clinical Chemistry, Eds Burtis C.A, Ashwood E.R, 5th Edition,
W.B. Saunders Company, USA, 2001:427-461
Foster D.W, Diabetes Mellitus, In Harrison’s
Principles of Internal Medicine, Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al,
14th Edition, McGraw-Hill Companies, USA, 1998:623-75
Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes
Mellitus (Perkeni 1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds
Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya,
1999:1-14
Kaplan, L.A., Laboratory Approaches, In Method’s in
Clinical Chemistry, Eds Amadeo J, Kaplan L.A., 1987:94-96
Tabaei B.P., Al-Kassab A.S., Ilag L.L., et al, Does
Microalbuminuria Predict Diabetic Nephropathy?, Diabetes Care, 24:9,
2001:1560-1566
Tidak ada komentar:
Posting Komentar